KONFLIK SYRIA : Meramalkan Masa Depan Negeri

Posted by Unknown Jumat, 21 Maret 2014 0 komentar

KONFLIK SYRIA
Meramalkan Masa Depan Negeri


KONFLIK SYRIA : Meramalkan Masa Depan Negeri
Konflik Syria
source: washingtonpost.com

Sudah puluhan tahun kaum syiah selalu bisa berkelit dan berlindung dalam tameng ‘revolusi islam’ melawan zionis dan antek-anteknya dari barat. Selama itu mereka selalu sukses mengelabui kaum muslimin utamanya para tokoh-tokoh kebanyakan dari aliran-aliran mainstream.
Rumitnya Konflik
Namun hari ini, semua itu telah tiada. Blunder besar mereka perbuat, alih-alih menambah area kekuasasan imperium syiah (baca: neo Persia), setelah Iran, Irak, Afghanistan, dan Lebanon, mereka mencoba menguasai Syria secara total, momen revolusi arab yang dimulai dari tanah Tunisia dan terus bergulir di negara-negara arab lainnya mereka manfaatkan, mereka memancing rakyat Syria untuk keluar melakukan revolusi ‘damai’ menuntut kehidupan yang normal dan layak, untuk itu mereka melakukan penangkapan-penangkapan, tindakan-tindakan perampasan, dan pembatasan aktifitas. Hasilnya rakyat pun bergolak, suara ulama salaf yang minoritas tak dapat menghentikan mereka untuk menghentikan aksi, strategi mereka pun berjalan sesuai harapan. Sudah lebih dari 2 tahun konflik terus berlanjut, konflik ini terus melebar dan tak tentu ujungnya, memaksa setiap kalangan untuk ikut campur di dalamnya.
Siapa di Belakang Pertikaian?
Secara garis besar, negara-negara arab memiliki latar belakang islam, sedangkan negara Iran dan milisi-milisi pendukungnya di negara-negara satelit Iran berlatar belakang Syiah. Pihak yang pertama di area konflik direpresentasikan oleh milisi-milisi mujahidin, sedangkan pihak yang kedua direpresentasikan oleh presiden Bassar Asad dan pasukannya.
Situasi di atas memicu negara-negara arab untuk ikut andil membantu mujahidin melawan Asad yang dibekingi oleh Iran dan milisi Hizbullah Lebanon. Dalam keadaan konflik seperti ini biasanya PBB ataupun NATO selalu bereaksi, berpura-pura menegakkan kedamaian dan kemanusiaan, mengirim ‘bantuan’ dan pasukan ‘penjaga keamanan’, menyerbu pihak yang menginvasi secara militer, dan menyusun hubungan dengan milisi, dan diakhiri dengan mengawal lahirnya pemerintahan baru yang pro PBB dan NATO. Afghanistan, Irak, Libya adalah diantara mereka yang telah membuktikannya.
Politik Barat, Zionis, dan blok Russia
Namun kenapa Syria yang telah berdarah-darah berkepanjangan cenderung ditinggalkan? Kalaulah bukan karena Arab Saudi yang ngotot membawanya dalam sidang PBB, dan juga tekanan opini dunia yang semakin menyudutkan posisi para ‘tuan-tuan’ tersebut, tentu saja tak akan ada keputusan-keputusan dan himbauan dari PBB. Namun, kali ini pihak barat dan Israel terjebak dalam dilema akibat konflik yang tak terselesaikan sesuai harapan mereka, jika mereka menyetujui untuk bertindak ‘koboi’ seperti biasanya dan menjatuhkan Asad, maka tentu saja berlawanan dengan harapan mereka, dan berakibat memutus pakta terselubung dengan Iran, dan jika mereka membiarkan situasi apa adanya maka propaganda mereka selama ini bahwa Iran adalah musuh mereka, dan bahwa mereka adalah sekutu pemimpin-pemimpin arab, akan terbongkar segera.
Kali ini akhirnya Barat dan Israel memilih alternatif kedua, demi menjaga impian mereka. Memutus ancaman dari timur Israel dan barat Iran. Perang Arab-Israel selama ini, membuat Israel belajar, serangan Arab selalu terpusat di dua kubu, kubu selatan (negara muslim afrika) masuk melalui jalur Mesir, sedangkan kubu timur (negara muslim asia) melalui Syria, pintu tempur Lebanon akan selalu aman buat mereka, karena selama ini kaum syiah yang mendominasi tidak pernah sekalipun ikut campur, apabila pintu Syria juga dapat ditutup, maka negara muslim hanya akan menyerbu melalui Laut Tengah yang tentunya sangat berat untuk masuk dari sana, atau melalu gurun Sinai yang tentu saja akan membuat Israel bisa memfokuskan aramadanya di sana, di samping repotnya negara arab asia untuk memindahkan armadanya melalui Mesir.
Untuk Iran maka perang Iran-Irak dapat dijadikan contoh, oleh karena itu jika Syria jatuh, maka sisi barat Iran akan aman, membentang dari timur Israel hingga barat Iran kekuasaan Syiah, Yahudi dan Syiah bisa saling mengamankan punggung masing-masing. Selanjutnya Israel tinggal mengurus Sinai dan Laut Tengah, sedangkan Iran hanya berurusan dengan Teluk Persia. Untuk Laut Tengah ada negara-negara Barat, dan medan Sinai ada sandera berupa penduduk Gaza. Sedangkan untuk Teluk Persia maka konsentrasi penduduk syiah yang mayoritas di pesisir Arab berhadapan langsung dengan Teluk Persia bisa menjadi tameng.
Selain itu, semuanya sudah terlanjur. Barat dan Israel harus menunjukkan posisi mereka yang sebenarnya. Hasil konferensi nuklir menunjukkan itu semua, Iran dibebaskan dari segenap tuntutan, dan para ‘tuan-tuan’ tersebut tetap melanjutkan dukungan mereka secara materi melalui pihak China dan Russia, di luar dukungan moril dan diplomasi dari mereka semua tentunya. Barat juga harus bereterima kasih tentunya kepada Iran atas jasa mereka selama ini mencaplok Afghanistan dan Irak, juga ketika menggulingkan pemerintahan Muammar Khadafi di Libya atapun Pemerintahan Mesir, dan inilah saat yang paling dibutuhkan oleh Iran.
Jadi, propaganda selama ini bahwa mujahidin mendapat drop langsung dari AS dan sekutunya hanya omong kosong. Seluruh bantuan didapat dari negara tetangga terutama Arab Saudi. Bahkan bantuan sosial dari PBB ataupun Palang Merah Internasional pun tak ada. Secara hukum internasional sudah tentu rezim Asad berhak untuk digulingkan dan dipidanakan, namun konspirasi tingkat tinggi kembali bermain. PBB kali ini tak sekalipun tergerak untuk ‘menyelesaikan’ konflik sebagaimana biasanya dan sesuai ‘tugas’nya. bahkan keputusan pun tak ada, hanya sedikit kepura-puraan dengan alasan adanya veto dari China dan Russia. Bukankah itu hanya trik Barat ketika bertindak di luar politik populer? Selalu membentuk opini publik yang berbenturan dengan kemauan utama mereka.
Analisa Manuver Musuh
Sepertinya masa depan Syria masih suram. posisi Asad memang kian terdesak, namun tidak menutup kemungkinan adanya perubahan menguntungkan bilamana bantuan Barat masuk secara massif untuknya. Tapi sekali lagi ini bukan politik populis. Sepertinya Barat tetap menggunakan pihak ketiga yang dikambing hitamkan untuk menyalurkan bantuannya, yaitu Russia dan Iran. Itu opsi pertama guna memenangkan rezim Syiah.
Opsi kedua apabila rezim memang sukar untuk dipertahankan, membuat milisi tandingan bagi mujahidin. Sebuah milisi yang memiliki akses ke luar negeri, mendapat pengakuan komunitas dunia, didukung pendanaan dan persenjataan memadai, dan tentunya berhaluan nasionalis sekuler ataupun nasionalis liberal. Taktik ini selalu berhasil. Contohnya adalah Chechnya dan negara-negara muslim Balkan. Mujahidin terkesampingkan dengan sendirinya dan musnah, dan diberi label para pemberontak serta teroris, sedangkan milisi tandingan inilah yang mereka ‘akui’. Metode ini setali tiga uang dengan metode kaum imperialisme sewaktu menghadapi gerakan kemerdekaan dari pejuang-pejuang muslim, mereka akhirnya menelurkan pejuang-pejuang nasionalis sekuler sebagai tandingan dan ‘menghadiahkan kemerdekaan berimbalan’ untuk para pahlawan nasionalis tersebut.
Opsi ketiga apabila sukar mencari bibit-bibit para pengkhianat perjuangan, dan susah membentuk milisi tandingan, adalah membuat perpecahan di barisan mujahidin. Metode macam inilah yang dulunya sukses digunakan di bumi Afghanistan. Terlalu sukar untuk membentuk sebuah milisi besar guna diberi label pahlawan nasional kemerdekaan dikarenakan terlalu banyaknya faksi-faksi mujahidin yang berjuang, dan cukup kokohnya pondasi keagamaan di barisan akar rumput.
Maka cara yang terbaik adalah memecah belah. Sukses besar di dapat, pejuang yang beraliran kesukuan dan kedaerahan diadu, pejuang yang beraliran keagamaan pun juga dihasut. Saling bunuh dan serang menghiasi bumi Afghanistan pasca mundurnya Soviet dari ibu kota Kabul. Negara islam gagal bersemi. Situasi ini akhirnya menguntungkan gerilyawan Taliban yang mengusung pembebasan Afghanistan dari pengaruh-pengaruh asing yang menempeli beberapa faksi perjuangan dengan agenda dan tujuan tertentu. Mereka berhasil menguasai Afghanistan, dan memaksa faksi-faksi nasionalis yang kemudian berafiliasi menjadi Aliansi Utara untuk menyingkir dan mengungsikan tokoh-tokohnya di tanah Barat. Di waktu bersamaan, pejuang Islam lainnya yang lebih jauh lebih berjasa dari Taliban disingkirkan dan dihantam. Dan hingga hari ini pertanyaan besar memang masih menggelayut di benak kita bersama, seberapa benarkah milisi ini menjadi mesin politik dan militer bagi Amerika dan sekutunya? Mengingat peranannya yang begitu vital dalam rantai perjalanan Afghanistan menuju kekuasaan Barat.
Talibanlah yang bertanggung jawab terhadap penyingkiran pejuang muslim aliran konservatif (baca: salafi dan ahlussunnah), mereka juga bertanggung jawab terhadap terbengkalainya pertumbuhan dan pembangunan negara pasca perang, mereka juga bertanggung jawab terhadap kejatuhan negeri di tangan Sekutu pasca ulah mereka menyerang gedung WTC, mereka pun bertanggung jawab terhadap ketidak siapan mental spiritual masyarakat untuk menatap masa yang akan datang, dan inilah yang cukup penting. Semuanya adalah faktor-faktor penting untuk memuluskan jalan Amerika dan sekutunya guna memasukkan Afghanistan ke dalam cengkeraman Iran (baca: mengembalikan kekaisaran Persia). Dan semua itu telah di ambang kenyataan saat ini.
Siapakah Yang Mau Mengambil Pelajaran dari Sejarah?
Tiga opsi bertingkat itu semuanya merugikan kaum muslim. Satu-satunya cara untuk menggagalkannya adalah tetap menjaga persatuan mujahidin dan membersihkan mujahidin dari unsur garis keras yang mengatas namakan islam dan juga unsur sekuler liberal, ditopang dengan mengedukasi masyarakat agar kembali kepada ajaran islam yang benar, disamping tentunya tetap berusaha membangun dan menjalin dukungan dengan negara muslim untuk kelangsungan diplomasi luar negeri.
Dengan ini menjadi jelaslah, siapa-siapa unsur yang membahayakan masa depan Islam di negeri Syria yang diberkati. Musuh di barisan depan adalah kaum Syiah, mereka ditopang oleh kaum sosialis komunis (Russia dan China) dari belakang, sedangkan kaum Nasrani (AS dan sekutu) dari belakangnya lagi di sayap kanan, sedang sayap kirinya ada mereka para zionis (Israel). Sementara di musuh di belakang mereka ada kaum sekuler liberalis yang berasal dari orang-orang tanah air, dari arah samping mereka ada kaum garis keras yang berafiliasi kepada Al-Qaeda, sepertinya bahu-membahu di samping mereka, namun dari sisi merekalah justru bencana datang. Situasi yang membahayakan memang. Tiga opsi di atas bisa terjadi, jika yang pertama gagal, maka ada yang kedua, jika masih gagal ada yang ketiga. Mereka memang membuat makar, namun Allah lebih mampu untuk menjebak mereka dalam makar mereka sendiri. Syaratnya, kembalilah kalian semua kepada jalan Islam yang lurus, sesuai Alquran dan Sunnah, mengikuti pemahaman para pendahulu Islam, niscaya akan muncul sebuah masa depan yang cerah bagi kaum muslimin.
Muhammad Izzy Abunufaisa
Jember, 20 Desember 2013  

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: KONFLIK SYRIA : Meramalkan Masa Depan Negeri
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://abunufaisa.blogspot.com/2014/03/konflik-syria-meramalkan-masa-depan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of Penuntut Ilmu Muda.