Renungan: MENJADI MULIA BERKAT DOSA

Posted by Unknown Minggu, 23 Maret 2014 0 komentar

MENJADI MULIA BERKAT DOSA

Muhasabah: MENJADI MULIA BERKAT DOSA

Dosa, siapakah gerangan anak Adam yang tak pernah tersentuh dosa? Kita semua pernah berbuat dosa, kemungkaran, dan kesalahan. Itulah salah satu sifat manusia. Oleh karenanya Rasul mensabdakan, “Setiap anak Adam berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat”.
Rasulullah selaku manusia terbaik pun tetaplah berbuat salah, meski beliau tidaklah memiliki dosa sebagai keistimewaannya. Jika itu beliau, lantas bagaimanakah dengan kita? Sebagai manusia biasa tentu sering kali kita melakukan kesalahan, entah itu berkaitan dengan agama maupun berkaitan dengan urusan dunia.
Kita sering kali meremehkan dan menganggap rendah seorang pendosa. Kita juga acap kali mengabaikan mereka yang selalu gagal dan berlaku salah dalam urusan dunia. Sifat dasar kita adalah membenci kesalahan dan pelakunya. Namun, kita sendiri lupa, kenapa seorang ahli bisa menciptakan penemuannya yang fenomenal? Mengapa seorang atlet dapat memenangkan kejuarannya? Bagaimana seorang prajurit dapat berjaya di medan perang hingga ia menjadi seorang komandan?
Tidak lain alasannya adalah belajar dari kesalahan. Kesalahan adalah sebuah anugerah berharga, begitu kata sebagian orang. Banyak hal yang tak bisa dimengerti ataupun dicari jalan keluarnya melainkan oleh mereka yang pernah melakukan kesalahan serupa. Begitu pula perbuatan dosa. Seorang pendosa bahkan bisa jadi lebih mulia dari mereka yang tak berdosa, karena dia telah belajar, karena dia telah mengalami, karena dia mampu menyelamatkan dirinya, karena setelah itu dia bisa menyelamatkan mereka yang sepertinya, dan juga karena Allah memberinya kredit pahala taubat disamping menghapuskan dosa dan kesalahannya.
Alasan itulah yang mendasari keunggulan pelaku dosa. Adapun mereka yang tak pernah melakukan kesalahan, mereka tak pernah merasakan indahnya sembuh dari sakit, mereka tak pernah merasakan betapa berharganya kebaikan dikala kita kehilangan, mereka tak pernah mengecap syahdunya bersimpuh dihadapan Yang Mahakuasa, mereka tak pernah menikmati segalanya yang terasa baru kembali, dengan dosa-dosa yang dihapuskan, dan pahala taubat yang ditambahkan, serta kejelian dalam menghindari lubang-lubang dosa tatkala berjalan.
Sama sekali bukan berarti dosa itu lebih baik daripada pahala. Namun, jika kita terjatuh sadarilah kenyataannya. Kita belum terpuruk. Bahkan jika saja kita terjatuh di jurang yang sama, bahkan jika jurang itu kian hari kian menganga, bahkan jika ketika sedang tertatih melangkahkan kaki melatih diri kita berjalan dengan baik sedang cidera kita belumlah sembuh seperti sedia kala, lalu kita terjatuh kembali, lagi, lagi dan lagi. Kita memang kehilangan waktu yang berharga, kita memang ketinggalan start, itu semua resiko. Namun ingatlah bahwa selalu ada jalan untuk menyalip di tikungan, ada pula lintasan khusus yang hanya dimengerti oleh mereka yang terdiam di tempat dan merenungi segalanya, lintasan yang dapat mempercepat menuju tujuan.
Jika kita bukanlah pelaku dosa, maka bersyukurlah. Apalah sebabnya bila kita merasa lebih baik, itu semua hanya karena karunia dari Allah. Tak jarang orang justru mencibir dan bukannya menasehati, atau memarahi dan bukannya membantu. Kita selalu memunculkan seribu satu alasan ketika mulai menyadari cara kita salah dalam menyikapi. Seakan yang namanya kesalahan bila dilakukan maka segala yang bersinggungan dengannya adalah kesalahan, ia harus diberangus dan dihancurkan apapun caranya.
Bagaimana jika saudara kecilmu bermain-main di kebun liar? Lantas ia terperosok jurang dan cidera berat. Lalu esoknya ia nekat bermain-main meski lukanya belumlah sembuh total, yang terjadi adalah ia kembali terjatuh untuk kedua kalinya. Beberapa hari berikutnya ia tetap saja bermain di tempat yang sama setelah kesembuhannya. Pertanyaannya adalah apa yang akan kamu perbuat? Sumpah serapah dan umpatan? Memarahi dan memasang papan peringatan disamping dirinya, bahwa orang ini melakukan ini dan itu? Meninggalkannya dalam jurang? Melarangnya bermain dan merantai kedua kakinya?
Tentu saja normalnya semua itu tak akan anda lakukan bukan? Sebab kesalahan itu wajar. Kita berhak meradang, terutama bila itu terjadi berulang, namun sama sekali tak berhak mendiamkannya, apalagi justru menambah parah masalahnya dengan amukan kita. Dia berhak untuk diberi tahu dan diingatkan, bahkan terkadang dengan hardikan, namun di saat segalanya sudah terjadi tetap saja anda haruslah disisinya memotivasi dan menemani, bahkan bisa jadi anda juga harus menutupi keteledoran yang menyebabkannya cidera dari teman-temannya.
Inilah dinamika kehidupan manusia. Ada benar dan salah, ada baik dan buruk, kadang dia terjatuh dan kadang anda yang jatuh, jangan sampai siapa yang selamat merasa di atas angin, dan jangan juga yang terjungkal merasa sudah di bawah air, semuanya masih di permukaan bumi, hanya yang satu berdiri tegak dan satunya terbujur lemas, kalau bukan karena uluran tangan dan kata hiburan dari yang berdiri tegak, maka yang jatuh lemas akan segera mati, bila ia mati maka siapa yang akan mengulurkan tangan tatkala gantian anda yang terjatuh?
Kita hidup sebagai manusia dan bersama manusia. Bukan bersama malaikat yang tak pernah salah, bukan bersama setan yang selalu berbuat salah, namun juga bukan dengan bebatuan dan benda mati lainnya yang tak memiliki perasaan dan nafsu keinginan. Maka bersikap bijaklah dalam hidup dan bersikap.
Muhammad Izzy
Jember, 22 Februari 2014
      

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Renungan: MENJADI MULIA BERKAT DOSA
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://abunufaisa.blogspot.com/2014/03/renungan-menjadi-mulia-berkat-dosa.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of Penuntut Ilmu Muda.