Renungan: MENJADI MULIA BERKAT DOSA

Posted by Unknown Minggu, 23 Maret 2014 0 komentar

MENJADI MULIA BERKAT DOSA

Muhasabah: MENJADI MULIA BERKAT DOSA

Dosa, siapakah gerangan anak Adam yang tak pernah tersentuh dosa? Kita semua pernah berbuat dosa, kemungkaran, dan kesalahan. Itulah salah satu sifat manusia. Oleh karenanya Rasul mensabdakan, “Setiap anak Adam berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat”.
Rasulullah selaku manusia terbaik pun tetaplah berbuat salah, meski beliau tidaklah memiliki dosa sebagai keistimewaannya. Jika itu beliau, lantas bagaimanakah dengan kita? Sebagai manusia biasa tentu sering kali kita melakukan kesalahan, entah itu berkaitan dengan agama maupun berkaitan dengan urusan dunia.
Kita sering kali meremehkan dan menganggap rendah seorang pendosa. Kita juga acap kali mengabaikan mereka yang selalu gagal dan berlaku salah dalam urusan dunia. Sifat dasar kita adalah membenci kesalahan dan pelakunya. Namun, kita sendiri lupa, kenapa seorang ahli bisa menciptakan penemuannya yang fenomenal? Mengapa seorang atlet dapat memenangkan kejuarannya? Bagaimana seorang prajurit dapat berjaya di medan perang hingga ia menjadi seorang komandan?
Tidak lain alasannya adalah belajar dari kesalahan. Kesalahan adalah sebuah anugerah berharga, begitu kata sebagian orang. Banyak hal yang tak bisa dimengerti ataupun dicari jalan keluarnya melainkan oleh mereka yang pernah melakukan kesalahan serupa. Begitu pula perbuatan dosa. Seorang pendosa bahkan bisa jadi lebih mulia dari mereka yang tak berdosa, karena dia telah belajar, karena dia telah mengalami, karena dia mampu menyelamatkan dirinya, karena setelah itu dia bisa menyelamatkan mereka yang sepertinya, dan juga karena Allah memberinya kredit pahala taubat disamping menghapuskan dosa dan kesalahannya.
Alasan itulah yang mendasari keunggulan pelaku dosa. Adapun mereka yang tak pernah melakukan kesalahan, mereka tak pernah merasakan indahnya sembuh dari sakit, mereka tak pernah merasakan betapa berharganya kebaikan dikala kita kehilangan, mereka tak pernah mengecap syahdunya bersimpuh dihadapan Yang Mahakuasa, mereka tak pernah menikmati segalanya yang terasa baru kembali, dengan dosa-dosa yang dihapuskan, dan pahala taubat yang ditambahkan, serta kejelian dalam menghindari lubang-lubang dosa tatkala berjalan.
Sama sekali bukan berarti dosa itu lebih baik daripada pahala. Namun, jika kita terjatuh sadarilah kenyataannya. Kita belum terpuruk. Bahkan jika saja kita terjatuh di jurang yang sama, bahkan jika jurang itu kian hari kian menganga, bahkan jika ketika sedang tertatih melangkahkan kaki melatih diri kita berjalan dengan baik sedang cidera kita belumlah sembuh seperti sedia kala, lalu kita terjatuh kembali, lagi, lagi dan lagi. Kita memang kehilangan waktu yang berharga, kita memang ketinggalan start, itu semua resiko. Namun ingatlah bahwa selalu ada jalan untuk menyalip di tikungan, ada pula lintasan khusus yang hanya dimengerti oleh mereka yang terdiam di tempat dan merenungi segalanya, lintasan yang dapat mempercepat menuju tujuan.
Jika kita bukanlah pelaku dosa, maka bersyukurlah. Apalah sebabnya bila kita merasa lebih baik, itu semua hanya karena karunia dari Allah. Tak jarang orang justru mencibir dan bukannya menasehati, atau memarahi dan bukannya membantu. Kita selalu memunculkan seribu satu alasan ketika mulai menyadari cara kita salah dalam menyikapi. Seakan yang namanya kesalahan bila dilakukan maka segala yang bersinggungan dengannya adalah kesalahan, ia harus diberangus dan dihancurkan apapun caranya.
Bagaimana jika saudara kecilmu bermain-main di kebun liar? Lantas ia terperosok jurang dan cidera berat. Lalu esoknya ia nekat bermain-main meski lukanya belumlah sembuh total, yang terjadi adalah ia kembali terjatuh untuk kedua kalinya. Beberapa hari berikutnya ia tetap saja bermain di tempat yang sama setelah kesembuhannya. Pertanyaannya adalah apa yang akan kamu perbuat? Sumpah serapah dan umpatan? Memarahi dan memasang papan peringatan disamping dirinya, bahwa orang ini melakukan ini dan itu? Meninggalkannya dalam jurang? Melarangnya bermain dan merantai kedua kakinya?
Tentu saja normalnya semua itu tak akan anda lakukan bukan? Sebab kesalahan itu wajar. Kita berhak meradang, terutama bila itu terjadi berulang, namun sama sekali tak berhak mendiamkannya, apalagi justru menambah parah masalahnya dengan amukan kita. Dia berhak untuk diberi tahu dan diingatkan, bahkan terkadang dengan hardikan, namun di saat segalanya sudah terjadi tetap saja anda haruslah disisinya memotivasi dan menemani, bahkan bisa jadi anda juga harus menutupi keteledoran yang menyebabkannya cidera dari teman-temannya.
Inilah dinamika kehidupan manusia. Ada benar dan salah, ada baik dan buruk, kadang dia terjatuh dan kadang anda yang jatuh, jangan sampai siapa yang selamat merasa di atas angin, dan jangan juga yang terjungkal merasa sudah di bawah air, semuanya masih di permukaan bumi, hanya yang satu berdiri tegak dan satunya terbujur lemas, kalau bukan karena uluran tangan dan kata hiburan dari yang berdiri tegak, maka yang jatuh lemas akan segera mati, bila ia mati maka siapa yang akan mengulurkan tangan tatkala gantian anda yang terjatuh?
Kita hidup sebagai manusia dan bersama manusia. Bukan bersama malaikat yang tak pernah salah, bukan bersama setan yang selalu berbuat salah, namun juga bukan dengan bebatuan dan benda mati lainnya yang tak memiliki perasaan dan nafsu keinginan. Maka bersikap bijaklah dalam hidup dan bersikap.
Muhammad Izzy
Jember, 22 Februari 2014
      


Baca Selengkapnya ....

Dasar Pedoman Pemilu Muslim

Posted by Unknown Sabtu, 22 Maret 2014 0 komentar

Dasar Pedoman Pemilu Muslim

Seluruh anak bangsa saat ini sedang berada dalam masa yang penuh gemuruh dan desas-desus. Semuanya karena hawa yang dibawa oleh perhelatan akbar bernama PEMILU. Paket perhelatan ini berisi pemilihan calon legislatif  alias wakil rakyat, dan juga pemilihan calon presiden beserta wakilnya. Setiap muslim mengerti bahwa perhelatan ini adalah buah produksi industri  demokrasi, industri multinasional yang digawangi oleh orang-orang Eropa, yang sudah tentu berbeda dari bangsa ini, beda ras, budaya, agama, bahkan nasionalitas.
Kita selalu mau untuk ribut menentang industri asing di sekitar kita, dalam bidang apa saja ia bercokol, meski kita tidak merasa dirugikan secara personal. Terbaliknya, untuk demokrasi yang satu ini kita justru turut serta, dengan sukarela dan penuh kesungguhan, beribu alasan akan disodorkan untuk melegalkan tingkah polah Anda tersebut.
Kalau anda masih ingin membela demokrasi dan aneka produknya, maka tulisan ini bukanlah menu yang perlu untuk disantap. Menu kali ini khusus terkait dengan cara menyikapi pemilu sedangkan Anda mengakui hukum demokrasi haram. Sekali lagi, hukumnya HARAM. Untuk selanjutnya silakan Anda memastikan sendiri:
Pertama: Pemilu itu hukumnya haram dengan jelas dan pasti. Mengikuti hukum induknya.
Kedua: Sesuatu yang haram tidak dapat ditoleransi kecuali darurat.
Ketiga: Darurat itu perlu ditimbang sesuai hukum syari, sebagaimana haram juga diputuskan oleh syariat.
Keempat: Darurat itu berbeda dengan kebutuhan, mau tidak mau hanya itulah adanya, itulah darurat.
Kelima: Jika status darurat dalam situasi serta kondisi tertentu menjadi mungkin, maka harus dipastikan itu adalah benar-benar darurat. Karena status haram adalah jelas dan pasti, tidak bisa digugurkan dengan sesuatu yang berupa kemungkinan.
Keenam: Ada beberapa alasan yang sering digunakan untuk menoleransi keikutsertaan dalam pemilu. Diantaranya:
-          Ada banyak kebaikan dihasilkan oleh kaum muslim yang berperan dalam ranah demokrasi ketika mengemban jabatannya.
-          Pemilu adalah jalan untuk menegakkan kepemimpinan islam. Demi tujuan tersebut maka hukum pemilu berubah mengikuti hukum tujuannya.
-          Kita harus menimbang antara kebaikan dan keburukan. Kalau kita tidak menggunakan hak pilih, maka pemimpin akan dipilih oleh mereka yang kafir dan tak berkredibilitas. Kita akan bertanggung jawab karena ketidak ikutsertaan kita dalam memenangkan kebaikan.
Sebagai komentar atas pandangan di atas, kita katakan:
-          Kebaikan bisa dihasilkan tanpa harus menaiki tangga yang dilarang. Maka selama ada pilihan untuk berbuat baik di tempat lain, maka tak ada alasan untuk menerjang larangan.
-          Keburukan yang dihasilkan oleh kaum muslim di ranah demokrasi jauh lebih banyak daripada kebaikannya. Berdemokrasi sendiri sudah termasuk pelanggaran yang teramat sangat serius, bahkan menyinggung area keimanan dan kekufuran.
-          Kepemimpinan Islam bisa dibuat tanpa berdemokrasi. Selama bisa dengan cara yang baik, maka tak ada toleransi untuk demokrasi. Terlebih kepemimpinan Islam bukanlah perintah yang harus ditegakkan langsung saat ini, seperti salat dan syahadat misalnya. Ia ditegakkan ketika tiba saatnya, dan syariat menunjukkan jalan membuat saat-saat tersebut, dengan cara yang legal dalam Islam tentunya.
-          Jangan hanya menggunakan kaedah ‘hukum cara mengikuti hukum tujuan’. Namun, ‘tujuan bukan berarti melegalkan segala cara’. Anda tak bisa berhaji dengan harta korupsi, begitu juga bersedekah dengan mencuri. Anda bisa merubah hukum cara mengikuti tujuannya, bila cara tersebut adalah mubah.
-          Menimbang antara mana yang lebih baik dilakukan apabila tak ada cara lain.
-          Dalam berdemokrasi tak ada batas jelas antara baik dan buruk. Faktanya, partai dan calon muslim ‘taat’ pun, tak berbuat lebih baik daripada partai dan calon sekuler. Bahkan kaum sekuler terkadang bisa berbuat yang baik, sebab mereka juga memiliki Islam dalam hati mereka.
-          Jika terjadi hal-hal buruk pada level kepemimpinan, maka yang bertanggungjawab adalah mereka yang memilihnya. sedang mereka yang berdiam diri tidaklah berbuat apa-apa, maka tak dapat dimintai pertanggungjawaban. Kalau memang buruk kenapa Anda memilihnya?. Saya diam, karena mengerti bahwa saya ikut andil memilih yang buruk, meski saya sudah menimbang yang paling ringan keburukannya.
-          Berkuasanya orang-orang yang buruk bukan karena ketidak sertaan kita dalam berdemokrasi. Namun, ujian dari Allah bagi umat-Nya tatkala mereka jauh dari agama, di saat itu syariat mengajarkan bersabar dan membangun dari bawah hingga saatnya tiba. Bukan justru dari atas namun tanpa tiang dan pondasi.
-          Lebih dari setengah abad, umat ini bertaruh pada demokrasi. Namun selama itu pula mereka justru makin terpuruk, ironisnya justru ketika parta-partai Islam sedang bebas-bebasnya tanpa tekanan apapun, lebih disayangkan lagi ketika sebuah partai Islam memiliki jatah kursi parlemen yang banyak, menguasai majelis tinggi, dan meraup suara yang terus menanjak. Faktanya makin terjun berdemokrasi makin jauh umat dari impian kepemimpinan Islam ideal.
-        
      Jika pun ada satu kesempatan berkuasa, maka ada dua kemungkinan yang akan muncul: 1) Berkuasa tanpa bisa berbuat apa-apa, karena terikat aturan dan perundangan. 2) Atau bertindak radikal, dan saat itu negara akan bergejolak dan kekuasaan yang diraih akan luntur seketika. Kesimpulannya, tak ada secuilpun kebaikan yang ada di balik demokrasi bukan? Fakta telah berteriak lebih dari sekali.

Suatu hari, ayah saya mengomentari lolosnya UU Pornografi dan Pornoaksi yang kontroversial itu. Ia bilang bahwa itu bukan karena adanya orang-orang muslim ‘golongan A’ dalam parlemen, kebaikan semacam itu kerap terjadi dalam pemerintahan kita karena adanya orang-orang salih yang masih memohon dan bermunajat kepada Yang Maha Kuasa, karena masih ada orang-orang yang memperbaiki kesalahan umat di tengah-tengah masyarakat, dengan cara yang benar. Dalam kehidupan ini banyak timbal-balik yang diatur oleh Allah dan tak dapat dilogikakan sebab-akibatnya. Masalah kekuasaan adalah salah satunya.
Allah telah berjanji kepada Rasul-Nya, bahwa Ia tak akan pernah menguasakan orang kafir dan munafik kepada umatnya. Namun, ketika mereka jauh dari jalan yang benar, mereka akan berpecah-belah, saat itulah berkuasa atas mereka musuh-musuh agama sebagai teguran Allah bagi mereka. Bukankah penguasa adalah cerminan rakyat yang dipimpinnya? Kalau sekiranya, mereka yang telah berjuang dan mengerahkan banyak waktu, daya dan upaya dalam demokrasi demi tujuan ‘suci’ mengerti, hasil luar biasa yang akan mereka lihat, jika itu semua dialih gunakan demi mengembalikan umat menuju jalan Islam yang benar.

Catatan:
Ada situasi dan kondisi tertentu yang menoleransi keikutsertaan dalam pemilu semata-mata karena darurat. Jika seseorang yang kita kenal memiliki pandangan untuk menetapkan status darurat, maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam akan realita dan mengerti akan hukum-hukum agama yang baik. Jika memang terjadi perselisihan (dalam kasus ini saja) karena murni ijtihad, maka yang diperbolehkan adalah menyalahkan yang salah, namun bukan berarti mengecap sesat yang berbeda, terlebih sampai memutus ukhuwah Islam.

Semarang, 15 Maret 2014       


Baca Selengkapnya ....

KONFLIK SYRIA : Meramalkan Masa Depan Negeri

Posted by Unknown Jumat, 21 Maret 2014 0 komentar

KONFLIK SYRIA
Meramalkan Masa Depan Negeri


KONFLIK SYRIA : Meramalkan Masa Depan Negeri
Konflik Syria
source: washingtonpost.com

Sudah puluhan tahun kaum syiah selalu bisa berkelit dan berlindung dalam tameng ‘revolusi islam’ melawan zionis dan antek-anteknya dari barat. Selama itu mereka selalu sukses mengelabui kaum muslimin utamanya para tokoh-tokoh kebanyakan dari aliran-aliran mainstream.
Rumitnya Konflik
Namun hari ini, semua itu telah tiada. Blunder besar mereka perbuat, alih-alih menambah area kekuasasan imperium syiah (baca: neo Persia), setelah Iran, Irak, Afghanistan, dan Lebanon, mereka mencoba menguasai Syria secara total, momen revolusi arab yang dimulai dari tanah Tunisia dan terus bergulir di negara-negara arab lainnya mereka manfaatkan, mereka memancing rakyat Syria untuk keluar melakukan revolusi ‘damai’ menuntut kehidupan yang normal dan layak, untuk itu mereka melakukan penangkapan-penangkapan, tindakan-tindakan perampasan, dan pembatasan aktifitas. Hasilnya rakyat pun bergolak, suara ulama salaf yang minoritas tak dapat menghentikan mereka untuk menghentikan aksi, strategi mereka pun berjalan sesuai harapan. Sudah lebih dari 2 tahun konflik terus berlanjut, konflik ini terus melebar dan tak tentu ujungnya, memaksa setiap kalangan untuk ikut campur di dalamnya.
Siapa di Belakang Pertikaian?
Secara garis besar, negara-negara arab memiliki latar belakang islam, sedangkan negara Iran dan milisi-milisi pendukungnya di negara-negara satelit Iran berlatar belakang Syiah. Pihak yang pertama di area konflik direpresentasikan oleh milisi-milisi mujahidin, sedangkan pihak yang kedua direpresentasikan oleh presiden Bassar Asad dan pasukannya.
Situasi di atas memicu negara-negara arab untuk ikut andil membantu mujahidin melawan Asad yang dibekingi oleh Iran dan milisi Hizbullah Lebanon. Dalam keadaan konflik seperti ini biasanya PBB ataupun NATO selalu bereaksi, berpura-pura menegakkan kedamaian dan kemanusiaan, mengirim ‘bantuan’ dan pasukan ‘penjaga keamanan’, menyerbu pihak yang menginvasi secara militer, dan menyusun hubungan dengan milisi, dan diakhiri dengan mengawal lahirnya pemerintahan baru yang pro PBB dan NATO. Afghanistan, Irak, Libya adalah diantara mereka yang telah membuktikannya.
Politik Barat, Zionis, dan blok Russia
Namun kenapa Syria yang telah berdarah-darah berkepanjangan cenderung ditinggalkan? Kalaulah bukan karena Arab Saudi yang ngotot membawanya dalam sidang PBB, dan juga tekanan opini dunia yang semakin menyudutkan posisi para ‘tuan-tuan’ tersebut, tentu saja tak akan ada keputusan-keputusan dan himbauan dari PBB. Namun, kali ini pihak barat dan Israel terjebak dalam dilema akibat konflik yang tak terselesaikan sesuai harapan mereka, jika mereka menyetujui untuk bertindak ‘koboi’ seperti biasanya dan menjatuhkan Asad, maka tentu saja berlawanan dengan harapan mereka, dan berakibat memutus pakta terselubung dengan Iran, dan jika mereka membiarkan situasi apa adanya maka propaganda mereka selama ini bahwa Iran adalah musuh mereka, dan bahwa mereka adalah sekutu pemimpin-pemimpin arab, akan terbongkar segera.
Kali ini akhirnya Barat dan Israel memilih alternatif kedua, demi menjaga impian mereka. Memutus ancaman dari timur Israel dan barat Iran. Perang Arab-Israel selama ini, membuat Israel belajar, serangan Arab selalu terpusat di dua kubu, kubu selatan (negara muslim afrika) masuk melalui jalur Mesir, sedangkan kubu timur (negara muslim asia) melalui Syria, pintu tempur Lebanon akan selalu aman buat mereka, karena selama ini kaum syiah yang mendominasi tidak pernah sekalipun ikut campur, apabila pintu Syria juga dapat ditutup, maka negara muslim hanya akan menyerbu melalui Laut Tengah yang tentunya sangat berat untuk masuk dari sana, atau melalu gurun Sinai yang tentu saja akan membuat Israel bisa memfokuskan aramadanya di sana, di samping repotnya negara arab asia untuk memindahkan armadanya melalui Mesir.
Untuk Iran maka perang Iran-Irak dapat dijadikan contoh, oleh karena itu jika Syria jatuh, maka sisi barat Iran akan aman, membentang dari timur Israel hingga barat Iran kekuasaan Syiah, Yahudi dan Syiah bisa saling mengamankan punggung masing-masing. Selanjutnya Israel tinggal mengurus Sinai dan Laut Tengah, sedangkan Iran hanya berurusan dengan Teluk Persia. Untuk Laut Tengah ada negara-negara Barat, dan medan Sinai ada sandera berupa penduduk Gaza. Sedangkan untuk Teluk Persia maka konsentrasi penduduk syiah yang mayoritas di pesisir Arab berhadapan langsung dengan Teluk Persia bisa menjadi tameng.
Selain itu, semuanya sudah terlanjur. Barat dan Israel harus menunjukkan posisi mereka yang sebenarnya. Hasil konferensi nuklir menunjukkan itu semua, Iran dibebaskan dari segenap tuntutan, dan para ‘tuan-tuan’ tersebut tetap melanjutkan dukungan mereka secara materi melalui pihak China dan Russia, di luar dukungan moril dan diplomasi dari mereka semua tentunya. Barat juga harus bereterima kasih tentunya kepada Iran atas jasa mereka selama ini mencaplok Afghanistan dan Irak, juga ketika menggulingkan pemerintahan Muammar Khadafi di Libya atapun Pemerintahan Mesir, dan inilah saat yang paling dibutuhkan oleh Iran.
Jadi, propaganda selama ini bahwa mujahidin mendapat drop langsung dari AS dan sekutunya hanya omong kosong. Seluruh bantuan didapat dari negara tetangga terutama Arab Saudi. Bahkan bantuan sosial dari PBB ataupun Palang Merah Internasional pun tak ada. Secara hukum internasional sudah tentu rezim Asad berhak untuk digulingkan dan dipidanakan, namun konspirasi tingkat tinggi kembali bermain. PBB kali ini tak sekalipun tergerak untuk ‘menyelesaikan’ konflik sebagaimana biasanya dan sesuai ‘tugas’nya. bahkan keputusan pun tak ada, hanya sedikit kepura-puraan dengan alasan adanya veto dari China dan Russia. Bukankah itu hanya trik Barat ketika bertindak di luar politik populer? Selalu membentuk opini publik yang berbenturan dengan kemauan utama mereka.
Analisa Manuver Musuh
Sepertinya masa depan Syria masih suram. posisi Asad memang kian terdesak, namun tidak menutup kemungkinan adanya perubahan menguntungkan bilamana bantuan Barat masuk secara massif untuknya. Tapi sekali lagi ini bukan politik populis. Sepertinya Barat tetap menggunakan pihak ketiga yang dikambing hitamkan untuk menyalurkan bantuannya, yaitu Russia dan Iran. Itu opsi pertama guna memenangkan rezim Syiah.
Opsi kedua apabila rezim memang sukar untuk dipertahankan, membuat milisi tandingan bagi mujahidin. Sebuah milisi yang memiliki akses ke luar negeri, mendapat pengakuan komunitas dunia, didukung pendanaan dan persenjataan memadai, dan tentunya berhaluan nasionalis sekuler ataupun nasionalis liberal. Taktik ini selalu berhasil. Contohnya adalah Chechnya dan negara-negara muslim Balkan. Mujahidin terkesampingkan dengan sendirinya dan musnah, dan diberi label para pemberontak serta teroris, sedangkan milisi tandingan inilah yang mereka ‘akui’. Metode ini setali tiga uang dengan metode kaum imperialisme sewaktu menghadapi gerakan kemerdekaan dari pejuang-pejuang muslim, mereka akhirnya menelurkan pejuang-pejuang nasionalis sekuler sebagai tandingan dan ‘menghadiahkan kemerdekaan berimbalan’ untuk para pahlawan nasionalis tersebut.
Opsi ketiga apabila sukar mencari bibit-bibit para pengkhianat perjuangan, dan susah membentuk milisi tandingan, adalah membuat perpecahan di barisan mujahidin. Metode macam inilah yang dulunya sukses digunakan di bumi Afghanistan. Terlalu sukar untuk membentuk sebuah milisi besar guna diberi label pahlawan nasional kemerdekaan dikarenakan terlalu banyaknya faksi-faksi mujahidin yang berjuang, dan cukup kokohnya pondasi keagamaan di barisan akar rumput.
Maka cara yang terbaik adalah memecah belah. Sukses besar di dapat, pejuang yang beraliran kesukuan dan kedaerahan diadu, pejuang yang beraliran keagamaan pun juga dihasut. Saling bunuh dan serang menghiasi bumi Afghanistan pasca mundurnya Soviet dari ibu kota Kabul. Negara islam gagal bersemi. Situasi ini akhirnya menguntungkan gerilyawan Taliban yang mengusung pembebasan Afghanistan dari pengaruh-pengaruh asing yang menempeli beberapa faksi perjuangan dengan agenda dan tujuan tertentu. Mereka berhasil menguasai Afghanistan, dan memaksa faksi-faksi nasionalis yang kemudian berafiliasi menjadi Aliansi Utara untuk menyingkir dan mengungsikan tokoh-tokohnya di tanah Barat. Di waktu bersamaan, pejuang Islam lainnya yang lebih jauh lebih berjasa dari Taliban disingkirkan dan dihantam. Dan hingga hari ini pertanyaan besar memang masih menggelayut di benak kita bersama, seberapa benarkah milisi ini menjadi mesin politik dan militer bagi Amerika dan sekutunya? Mengingat peranannya yang begitu vital dalam rantai perjalanan Afghanistan menuju kekuasaan Barat.
Talibanlah yang bertanggung jawab terhadap penyingkiran pejuang muslim aliran konservatif (baca: salafi dan ahlussunnah), mereka juga bertanggung jawab terhadap terbengkalainya pertumbuhan dan pembangunan negara pasca perang, mereka juga bertanggung jawab terhadap kejatuhan negeri di tangan Sekutu pasca ulah mereka menyerang gedung WTC, mereka pun bertanggung jawab terhadap ketidak siapan mental spiritual masyarakat untuk menatap masa yang akan datang, dan inilah yang cukup penting. Semuanya adalah faktor-faktor penting untuk memuluskan jalan Amerika dan sekutunya guna memasukkan Afghanistan ke dalam cengkeraman Iran (baca: mengembalikan kekaisaran Persia). Dan semua itu telah di ambang kenyataan saat ini.
Siapakah Yang Mau Mengambil Pelajaran dari Sejarah?
Tiga opsi bertingkat itu semuanya merugikan kaum muslim. Satu-satunya cara untuk menggagalkannya adalah tetap menjaga persatuan mujahidin dan membersihkan mujahidin dari unsur garis keras yang mengatas namakan islam dan juga unsur sekuler liberal, ditopang dengan mengedukasi masyarakat agar kembali kepada ajaran islam yang benar, disamping tentunya tetap berusaha membangun dan menjalin dukungan dengan negara muslim untuk kelangsungan diplomasi luar negeri.
Dengan ini menjadi jelaslah, siapa-siapa unsur yang membahayakan masa depan Islam di negeri Syria yang diberkati. Musuh di barisan depan adalah kaum Syiah, mereka ditopang oleh kaum sosialis komunis (Russia dan China) dari belakang, sedangkan kaum Nasrani (AS dan sekutu) dari belakangnya lagi di sayap kanan, sedang sayap kirinya ada mereka para zionis (Israel). Sementara di musuh di belakang mereka ada kaum sekuler liberalis yang berasal dari orang-orang tanah air, dari arah samping mereka ada kaum garis keras yang berafiliasi kepada Al-Qaeda, sepertinya bahu-membahu di samping mereka, namun dari sisi merekalah justru bencana datang. Situasi yang membahayakan memang. Tiga opsi di atas bisa terjadi, jika yang pertama gagal, maka ada yang kedua, jika masih gagal ada yang ketiga. Mereka memang membuat makar, namun Allah lebih mampu untuk menjebak mereka dalam makar mereka sendiri. Syaratnya, kembalilah kalian semua kepada jalan Islam yang lurus, sesuai Alquran dan Sunnah, mengikuti pemahaman para pendahulu Islam, niscaya akan muncul sebuah masa depan yang cerah bagi kaum muslimin.
Muhammad Izzy Abunufaisa
Jember, 20 Desember 2013  


Baca Selengkapnya ....

Ironi Para Pengekor (Ahlu Taqlid)

Posted by Unknown Kamis, 20 Maret 2014 0 komentar

Ironi Para Pengekor (Ahlu Taqlid)

Bahaya Taqlid dan Mengekor

Taqlid yang dalam agama terlarang kecuali bila terpaksa tak memiliki ilmu dan terdesak situasi, oleh KBBI dimaknai sebagai keyakinan atau kepercayaan kpd suatu paham (pendapat) ahli hukum yg sudah-sudah tanpa mengetahui dasar atau alasannya; peniruan; dan tertulis di sana sebagai berikut: TAKLID.
Terlepas pemaknaan dan penulisan sebenarnya yang kerap kali dilanggar dalam dunia kepenulisan berbahasa Indonesia, taklid adalah kejumudan dalam berpendapat utamanya dalam agama. Tak ada sedikitpun autentisitas dan rasa ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan darinya. Tentu saja bila keyakinan yang menyangkut masa depan setelah kematian tak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya maka untuk apa harus meyakininya, berawal dari situlah Islam membangun salah satu pondasinya. Di banyak tempat dalam Alquran tercantum celaan akan praktik taklid. Begitu pula dalam sabda-sabda Rasul serta ucapan-ucapan para Imam ahli ilmu.
Namun, ironinya sering kali kita yang saban-saban memperingatkan khalayak ramai dari taklid justru secara tak dinyana  terjebak dalam persoalan yang sama. Kata orang, satu contoh nyata lebih baik daripada seratus kata. Nah, contoh berikut inilah salah satunya: suatu kali seorang mahasiswa melihat Ustadz Arifin Badri sedang makan seraya berdiri. Dengan penuh kesangsian ia pun bertanya, “ustadz, kok makan berdiri?”,  dengan santai beliau menjawab, “memangnya kenapa?”,  dijawab kembali oleh mahasiswa tersebut, “kan haram.” “Mana dalilnya?” sergah beliau lagi. Sampai sini si pemuda tersebut terkaget-kaget, bukan karena ia tahu ini tak ada dalilnya, tapi karena selama ini ia hanya meyakini tanpa menghafal dalilnya, apalagi ini semacam hal yang jamak diketahui bahwa ia haram hukumnya, giliran diperintah membuktikannya tak satupun huruf keluar.
Pemuda ini pun mulai berujar dan curhat. Bahwa kita selama ini sangat berbangga dengan kebiasaan taklid kelompok-kelompok yang memiliki kesalahan beragama, dengan itu kita selalu berargumen ketika mereka tak dapat mengemukakan dalilnya. Namun, di saat yang sama banyak hal yang tak kita ketahui dalilnya, kita hanya bersandar pada ucapan siapa yang mengajari kita agama. Bukankah itu setali tiga uang dengan mereka? Sama metode dan manhaj meski berbeda hal yang dibela.
Parahnya terkadang apa yang kita yakini pun bisa salah. Masalah tadi adalah salah satunya, padahal ada ulama yang tidak mengatakan bahwa hal itu haram hukumnya. Lantas jika itu memiliki sisi kebenaran dan kita menggeneralisasi kesalahan seakan itu sudah mutlak salah, alias sesuatu yang terdapat perselisihan kita jadikan sesuatu yang bersifat konsensus, maka lebih buruk lagi keadaannya. Padahal perkara yang benar saja kita anggap tak abash tanpa dalil, apalagi perkara salah.
Contoh lain, ketika menghukumi orang lain salah, dan menempelkan cap sebagai sesat, ahli bidah, dan yang semacamnya. Orang sering kali mengatakan bahwa dia telah dicap sesat oleh syeikh fulan, dicap bidah oleh ustadz alan, kitab ini telah menghukuminya begini, ceramah itu telah mensifatinya begitu. Tanpa sadar, taklid pun digunakan untuk menjustifikasi lontaran tuduhan kepada orang lain, terlepas benar atau salahnya stigma tersebut, namun yang nyata adalah metodenya jelas-jelas salah.
Kalau anda ingin mengatakan seseorang begini dan begitu maka tegakkanlah argumen anda dengan ilmiah dan berbobot, hanya itu saja. Tak perlu untuk membawakan embel-embel berjilid-jilid perkataan orang lain yang sama sekali bukan dalil dan pembenar. Kalau anda hanya seorang awam yang tak punya ilmu dan terpaksa taklid maka tak perlu menyeru orang lain agar ikut menghukumi sebagaimana yang anda yakini, karena anda tak punya ilmu sama sekali, sedangkan menyampaikan kebenaran harus dengan ilmu, itu absolut dan wajib. Alih-alih menahan diri, justru sebagian orang kelewatan batas dengan menerapkan praktik hajr dan tahdzir hanya dengan modal sebiji taklid. Ironis!
Taklid telah merasuk ke jiwa-jiwa kita, karena itu adalah sifat dasar kebodohan. Sedang kita semua pada asalnya adalah orang bodoh. Kalau bukan karena ilmu tentulah kita atak pernah terangkat derajatnya, ilmu juga memiliki derajat yang bermacam-macam, jadi jangan mudah terperdaya dengan sedikit ilmu seakan kita tak pernah akan menjadi tukang taklid lagi. Ingatlah kalau ilmu kita sedikit, sehingga kita mengerti kalau kita akan banyak taklid, konsekuensinya berhentilah membangun agama dengan pondasi taklid, dan carilah ilmu pada setiap permasalahan yang anda hadapi sehingga tak ada lagi taklid. Anda hanya perlu tahu alasannya, itu saja. Satu kata: DALIL.
Muhammad Izzy
Jember, 27 Desember 2013


Baca Selengkapnya ....
Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of Penuntut Ilmu Muda.